Mohon Doa (4)
Wahai jiwa-jiwa suci yang terbang dalam angkasa malakut…
Wahai energi-energi abadi yang berenang dalam atmosfir jabarut…
Wahai ayat-ayat yang menghiasi dinding-dinding alam lahut…
Wahai bukti-bukti yang memadati kisi-kisi lelangit…
Wahai shalawat dan tasbih yang menggetarkan dedaunan …
Wahai desau angin yang sebarkan rintihan munajat di penghujung asa…
Wahai butir-butir yang lembabkan pipi pendamba sekerat ijabah…
Wahai lembar-lembar yang basah di tengah hati yang kerontang menganga…
Wahai himne-himne duka yang tak lagi beraturan
Wahai mata yang tak dihinggapi kantuk…
Wahai jantung yang nyaris tak berdetak…
Apa mesti dikata bila satu per satu persoalan bagai bongkah kayu menghantam kepala?
Apa mesti dikata bila iba dan empati yang dinanti, namun cemooh yang datang?
Apa yang mesti dikata bila lidah terasa kelu dan nafas tersumbat melihat fenomena-fenomena pedih berseliweran di depan mata?
Apa mesti dikata bila fitnah disemburkan dari si pemegang simbol kesalehan yang dihormati banyak orang?
Apa mesti dikata bila ibu menjadi sasaran panah-panah beracun yang dikemas dalam deretan kata pedih via sms?
Apa mesti dikata bila saudara dan keluarga diserbu dengan tuduhan-tuduhan keji para kolektor keculasan berbalut atribut agama?
Apa mesti dikata bila anak semata wayang menjadi sasaran ancaman pembunuhan?
Apa mesti dikata bila solidaritas dan keberpihakan kepada kebenaran bagai fatamorgana?
Apa mesti dikata bila opini dan rekayasa mengalahkan benderangnya hukum tanpa konfimasi dan klarifikasi?
Apa mesti dikata bila sikap diam dan mengalah juga tak mampu memberi kesempatan orang untuk tidak segera menuduh dan menyalahkan?
Apa mesti dikata bila pengorbanan kecil seorang abdi dipandang sebagai angin berlalu bahkan kejahatan?
Aku tak mampu berkata apa-apa…
Jangan tanya…
Jangan pula meminta pendapatku
Aku kehabisan kata dan tanda baca…
Aku mesti berkata, aku keluhkan dukaku kepada Allah…
Adakah yang menyahuti suara orang terjepit kala menyerunya
Ya Allah, lakukanlah yang baik menurutMu…
Sungguh indah semua ciptaanMu…
Aku pasrah
Aku rela
October 31, 2007 at 12:27 am
Simpati dan dukungan moral senantiasa kami haturkan kepada Antum dan keluarga Antum.
Kami adalah saudara yang terikat bukan oleh adat, budaya, suku, atau etnis, tetapi tali akidah yang kukuh, semoga Allah meridhoinya.
Semoga Antum dan keluarga senantiasa dalam keridhaan Allah, sungguh ini adalah ujian yang berat. Penyesalan kami hanyalah karena tak bisa lebih banyak lagi membantu.
October 31, 2007 at 12:18 pm
semoga ustad & keluarga senantiasa dalam LuthNYA dan pertolongan langit segera menghampiri antum sekeluarga. Ya Ali adrikna…..Al Fatihah & shalawat
ML: terimakasih, mbak Ema.
November 2, 2007 at 10:55 am
jika engkau mengisi
hari-harimu
sebagai tameng kami selama ini,
maka ijinkanlah,
untuk saat ini,
kami yang menjadi tameng
bagimu.
ML: terimakasih atas kiriman ‘salju’nya. Mhn doa
November 7, 2007 at 5:48 am
tak perlu berkata atas apa yang menimpa,
tak guna merintih atas berjuta dera,
tak usah berharap pada solidaritas semu berbalut jubah setia,
adukan saja pada penurun hujan rahmat,
perkarakan pada pemilik segala isi jagad,
biar Dia yang tentukan putusan,
atas nistanya sebuah perlakuan
wahai jiwa para pecinta…
hidup seolah integral dengan derita,
apa mau dikata
saat ini dalam hidup kita
orang lebih mendukung pada yang nista
teriring salam bagi sang guru
yang celaka karena diburu
terkirim mohon pada Maha Cinta
sesobek doa tanpa kata….
ICAS, 7 nop 2007
ML: sangat mendalam, ekspresif dan sejuk. terimakasih.
November 8, 2007 at 2:02 am
turut berduka cita atas apa yang menimpa,
akhina. semoga kebaikan selalu menyertai kita.
selamat berjuang, jangan letih demi tegaknya keadilan. shalawat……..
February 4, 2008 at 1:52 pm
semoga seluruh daun dan titik air di muka bumi milik Allah ini mendengar seluruh jerit qalbu anda..amin
February 27, 2008 at 7:48 am
wahai cahayaku,
apa yang bisa kulakukan untukmu..?
katakanlah…!!