Menghantar “Keranda Malam”
13 Jumadil Awal, saat surya bergeser ke arah barat sekitar pukul 1 siang, wanita yang sejak beberapa hari lalu terbaring sakit itu tiba-tiba terbangun dari tidurnya. Ia terlihat benar-benar pulih. Dengan sigap dan gesit ia melakukan semua pekerjaan rumah yang terbengkalai, menyapu, lalu memasak dan memandingan kedua putranya yang masih kecil.
Betapa berbunga hati suaminya tatakala memasuki rumah yang telah tertata rapi dan menemukan istrinya sedang sibuk bermain dengan kedua putranya.
“Istriku, kau terlihat sehat dan bugar hari ini”
Sejenak ia terdiam lalu berbisisk, “sebenarnya, aku masih sakit. Namun aku mesti melakukan tugasku yang terakhir di rumah ini karena aku tahu sebentar lagi aku akan meninggalkanmu dan kedua calon yatim ini.”
“Bagaimana kau tahu?” tanya suaminya heran.
“Suamiku, ayahku menghampiriku dalam tidurku. Setelah mendengar tragedi yang kualami, beliau membisiku, “putriku, malam ini kau akan bersamaku.”
Mendengar itu, ia tertunduk dan membiarkan butir-butir hangat bergulir membasahi cambangnya.
“Duduklah di sampingku,” pinta istrinya.
Mereka berdua pun duduk berdampingan sementara kedua putranya asyik bermain di permadani kumal di samping.
Desir angin menyelinap melalui kisi jendela nan reot gubuk beralas pelepah korma memetik sitar-sitar kepiluan.
“Pangeranku, sungguh kau tahu, aku tidak pernah berbohong padamu selama hidupku, tak pernah mengkhianati, dan melanggar perintahmu.”
Lelaki yang gagah itu mengelus kepala istrinya searaya menganggukkan kepala. Dengan sesunggukan, ia berkata, “Permaisuriku, dusta dan khianat adalah pantanganmu. Kau adalah wanita yang yang paling takut dan bertaqwa kepada Allah.”
“Karena ini adalah kebersamaan terakhir kita, istrimu ingin mewasiatkan beberapa hal. Sudikah kau melaksanakannya?
“Sampaikanlah. Aku siap untuk melaksanakannya,” sahutnya menahan ledakan parasaan.
“Pertama, aku wafat dalam usia muda dan kau adalah duda dengan dua putra yang masih kecil. Aku menyadari lelaki ksatria dan bugar seperti kau tidak mungkin hidup tanpa wanita yang melayani dan merawat anak-anak kita. Jangan merasa bersalah atau takut kehilangan cintaku bila kau mencari penggantiku. Aku sarankan kau menjadikan Ummamah sebagai istri karena dia akan menyanyangi kedua putra kita. Bagilah perhatianmu antara istri dan kedua putra kita.”
Sungguh bergetar dinding sanubari lelaki itu mendengar uraian cinta tak berhingga dewinya.
“Kedua, uruslah semua masalah jenazahku pada malam hari. Lakukanlah semuanya dengan rahasia agar tak menjadi upacara umum.”
Detik-detik perpisahan kian bergerak. Keduanya berpelukan erat dan lama seakan berusaha menyimpan kehangatan gelora sebesar mungkin.
Ia meminta kepada pembantunya, Asma’ binti Umais dan Fidhah, memindahkan ranjang ke ruangan tengah.
Tak lama kemudian, sambil tertatih ia menuju kamar mandi. Tawaran bantuan dari kedua wanita pembantu untuk memandunya ditolaknya dengan isyarat tangan.
Ia ingin membersihkan bercak-bercak darah dan menyembunyikan luka memar di tubuhnya dari suaminya yang akan memadikannya nanti.
Beberapa menit kemudian ia keluar dari kamar mandi. Cahaya memancar dari balik busana putih yang baru dikenakannya menuju ruang tengah. Ia berbaring disana.
Parasnya menengadah menatap lelangit rumah dan matanya yang sembab menembus angkasa seraya berucap:
“Salam atasmu, wahai Jibrail. Salam atasmu, wahai Rasullalah. Ya Allah bersama RasulMu, di dalam kerelaan dan surga yang penuh dengan kedamaian”
Sesaat kemudian ia penjamkan kedua matanya serta menjulurkan tubuhnya kedua kaki dan tangannya… dan ruh harum malakuti itu pun terbang dikawal pawai jejiwa suci menembus atmosfir, beriring himne para malakikat Innaa lillaaaaaaaaaaaaah wa inna ilaihi raji’un.
Dalam hantaram suami yang kehilangan, putra-putri yang yatim,
“Keranda malam” bergerak membedah kabut malam menyusuri bukit-bukti pasir Madinah hingga suatu tempat tak bernama.
“Keranda malam” meninggalkan hiruk pikuk pesta “dagang sapi” di Pendawa Saqifah
“Keranda malam” membawa prasasti abadi “Sang Demonstran”
bagai merpati
ia menari
melayang-layang
melukis angkasanya
bagai merpati
ia tersentak
dihadang kawanan gagak
merekahlah lukanya
bagai merpati
ia terhuyung
menukik jatuh
mengalirlah darahnya
bagai merpati
ia menengadah
tertunduk lesu
mengucurlah derainya
bagai merpati
terseok-seok
berusaha bangkit
menguaplah asanya
bagai merpati
ia memekik parau
bertanya-tanya
itukah rekan induknya
bagai merpati
ia sekarat
menggelepar-gelepar
mereganglah nyawanya
May 7, 2009 at 4:21 am
Salawat dan salam untukmu, wahai putri Rasulullah……..
May 7, 2009 at 4:31 am
peace be upon Thee, O Great Mother of holy men and all believers..
on this day and on all times,
May 7, 2009 at 4:39 am
INNA LILLAHI WA INNA ILAIHI RAJI’UN…
Salawat dan Salam atas-mu ya Zahra…
May 7, 2009 at 5:21 am
merinding…semoga hamba yang hina ini diperkenankan menjadi ‘abd bagi putri Rasul dan para Imam yg suci as…
May 7, 2009 at 5:38 am
duh sayyidah fathimah sa, mungkinkah penghulu para wanita semesta akan melihat seorang hamba hina dengan butiran air mata tak ikhlas ini.
alangkah indahnya cinta dalam bayangan hamba. mungkinkah hamba dapat merasakannya. isyfaii lana ‘indellah!?
May 7, 2009 at 5:40 am
salawat dan salam atas mu, duhai bunda para aulia…
May 7, 2009 at 5:44 am
ISYFA’LANA YA ZAHRA….
May 7, 2009 at 7:30 am
Assalaamu’alayki yaa Mumtahanah ! Gabungkan kami bersamamu, bersama ayah, suami, dan putra-putrimu yang disucikan-Nya.
May 7, 2009 at 7:41 am
BETAPA BERAT DERITAMU BUNDA,
SESUNGUHNYA KERELAANMU ADALAH KERELAAN ALLAH, MURKAMU ADALAH MURKA ALLAH.
YA WAJIHAN INDALLAH, …
ISYFA’LANA INDALLAH……
May 7, 2009 at 2:08 pm
selamat jalan wahai WANITA PENGHULU SORGA, hamba bersaksi anda telah tunaikan tugas dengan sempurna, betapa berat cobaan menimpa MU, betapa tak terbendung air mata menyertai perjalanan hidupMU, denganMU ALLAH swt jadikan pembeda haq dan batil, abu guhafah tau kemana sekarang dia berada.
May 7, 2009 at 3:48 pm
salam atasmu wahai BUNDA ZAHRA
semoga hamba yg hina ini dapat belajar meneladani MU
semoga hamba dpt selalu berada di “bahtera MU”
YA WAJIHATAN INDALLAAH
ISYFAILANAA INDALLAAH
May 7, 2009 at 5:12 pm
………… . ………. . ……… . …….. . ….. . … . . . . . .
May 8, 2009 at 12:12 am
Ya Allah..
Mengapa..?
Mengapa..?
Mengapa..?
Terlalu banyak “mengapa” yang mengiringi kepergian Sayyidat an-Nisa’i al-‘alamiin.
Ya Zahra, Ya Zahra, Ya Zahra..Ya Qurrata ‘aini rasul..Isyfa’i lana ‘indallah.
May 8, 2009 at 7:35 am
Salam atas zahra, salam atas suami zahra.
Saya tak sanggup membayangkan beban dan derita dari seorang suami yang ditinggalkan oleh belahan hatinya, sang penghulu wanita di semesta alam. Yang paling lembut tutur katanya, paling halus budi pekertinya, paling menyayangi sesama dan keluarga serta suaminya. Yang paling membantu perjuangan suaminya, paling mengerti keadaan dan kebutuhan suaminya, yang paling membantu dalam merebut hak suaminya. Paling setia di medan perang, paling siap mengatur rumah tangga, paling mampu mendidik anak, dst.
Bagaimana besar kesedihan seseorang yang ditinggal separuh jiwanya, yang penduduk langit turut merayakan pernikahannya. Yang paling sabar ditengah derita dunia.
Betapa besar derita abal hasan, yang selalu teringat sang zahra ketika melihat kedua penghulu surga dan keceriaan sang zainab. Dia harus ditinggalkan belahan hati, dan pendukung jiwa ditengah penentangan ummat kakeknya, di tengah pembodohan atas ummat kakeknya, penghianatan atas janji mereka.
Sungguh besar derita seorang pencinta yang ditinggal kekasihnya sekian lama, andai tidak ada taklif, andai kematian tidak ditentukan. Tentu sang kekasih lebih memilih di dekat kekasihnya.
Salam atas mu wahai abal hasan di hari engkau kehilangan penghulu wanita seluruh alam semesta.
May 8, 2009 at 12:33 pm
salam atas mu ya binta rosulillah, salam atasmu penghulu para wanita
semoga kami semua mendapatkan syafaat mu yaa ummah zahra.ameen
May 8, 2009 at 5:15 pm
kami berduka atas dukamu wahai BUnda…
kami bersedih atas kesedihanmu.. bunda
salam atasmu… ayahmu yang mulia….
duhai kekasihku….. pandanglah kami dan jangan kau campakan kami…
kami mencintaimu……
salam atas putramu………
May 9, 2009 at 1:42 pm
Salam atasmu Ya Sayidatin Nisa al ‘Alamin. Bait bicaramu…’Musibah yang menimpaku sedemikian berat, hingga jika ditumpahkan pada siang niscaya berubah ia menjadi malam’, benar2 menggugah jiwa. Terasa beratnya beban beliau as…wahai kecintaan Rasul saaw
May 9, 2009 at 2:16 pm
salam….
salam….
salam…, ‘alaiki…
May 10, 2009 at 1:53 am
kata tak mampu menampung deritamu,air mata kehilangan beningnya melihat tangismu,sluruh kitab suci langit kosong kehilangan aksara,hanya putih mengiring pedih sedihmu.bila saja sluruh wanita mau berkiblat pdmu niscaya bumi akan menjadi surgawi.bagaimana tidak sayyidul wujud sendiri bila merindukan surga akan menciummu.kini cahaya mata begawan cinta tlah khusuk bercinta dg cintaEsa bersama perginya keranda malam…innalillah wa inna ilaihi rojiun.salamualaki ya mumtahanah..ya wajihatan indallah isyfailana indallah.
May 10, 2009 at 5:26 am
salam sejahtera wahai bunda Zahra dan sekeluarga…
dari kami sekeluarga para pencintamu yang mengharapkan cintamu…
Ya wajihatan indallaah…
Isyfailanaa indallaah…
May 11, 2009 at 4:23 pm
semoga nanti kita dapat bergelantungan di ujung jubah2 nan suci mengharap syafaat….
May 18, 2009 at 3:19 am
wahai umat Muhammad saw. bersatulah dalam naungan Islam kita semua bersoudara.. ..tidak ada sunni,syiah dan gol lain lainnya. jangan tertipu..sama pecah belah..dimata Alloh SWT. hanya orang yang beriman dan beramal soleh yang akan diterima di sisi Alloh…bukan gol..sunni,syiah, atau golongan panatik lainnya….semua masuk neraka mau…
” MARI BERSATU UMAT ISLAM UNTUK BERLOMBA-LOMBA DALAM KEBAIKAN”.
LA..ILLAHA ILALLOH..MUHAMMAD ROSULULLOH
July 25, 2009 at 3:38 am
Salam atasmu ya Zahra…..
April 26, 2010 at 6:58 am
salam atasmu duhai bundah zahra….